Secara
bahasa, kata irfan
adalah bentuk mashdar
dari kata ‘arafa
yang berarti al-‘ilm
(ilmu). Jika kata tersebut berposisi sebagai ilmu pengetahuan, maka
dapat didefinisikan sebagai jenis pengetahuan yang tertinggi yang
dihadirkan dalam kalbu melalui kasyf
atau ilham.
Sebagai
sebuah episteme,
irfany
telah dikenal dalam tradisi pemikiran arab yang merupakan wahana kaum
sufi, bathiniyyin
dan masyriqiyyin
yang dikenal sebagai dengan sebutan ashab
al-ma’rifah.
Ia adalah bagian dari bangunan epistemologi Islam yang diidentikkan
dengan ilmu hudhuri,
isyraqi,
atau intuitif.
Dalam
perkembangannya telaah ‘irfany
ketika diparalelkan dengan rasionalisme, menjerumus kepada aksentuasi
yang beragam. ‘Irfany
yang berkembang dalam ilmu kalam, lebih banyak menekankan pada
intuisi dengan telaah dialektik dalalah-nya
yang akhirnya menolak telaah filsafat. Sementara ‘irfani
yang berkembang dalam fikih mengarah kepada telaah dialektik
‘illah-nya
yang mendialektikkan antara kata dengan makna, dan ‘irfany
yang berkembang dalam tafsir mengarah kepada epistemologi lughawiyah
yang
membuat telaah tekstual dengan menggunakan logika koherensi.
Dari
ketiga telaah tersebut, bayany,
burhany, dan
irfany
kelompok pertama dan terakhir inilah yang mendapat tempat dalam
hasanah Islam. Hal ini dibuktikan dengan konflik panjang antara
pemikiran kaum tekstualis (bayaniyyun)
dengan
ahli makrifat-mistis (‘irfaniyyun).
Yang pertama berpegang teguh pada makna eksoteris wahyu agama yang
tidak mengakui takwil kecuali dalam batas-batas yang dimungkinkan
oleh sistem bahasa. Sementara kelompok terakhir mengakui penyingkapan
hakikat pengetahuan yang muncul pada mereka atau imam-imam mereka.
Untukmendukung argumennya, tiap-tiap kelompok memanfaatkan warisan
kebudayaan pra Islam (‘ilm
al-awail).
Kelompok pertama menggunakan logika dan filsafat Aristoteles dan
beberapa aspek pemikiran Yunani, sementara kelompok terakhir
memanfaatkan tradisi-tradisi pemikiran pra Islam khususnya filsafat
agama Hermentisisme.
Dalam
pembahasan epistemologi, secara garis besarterdapat dua aliran, yaitu
rasionalisme
dan empirisme.
Rasionalisme lebih menekankan akal dalam memperoleh pengetahuan,
sementara empirisme lebih mengedepankan indra. Ada wilayah lain yang
diasumsikan sebagai sumber pengetahuan, tetapi sering diabaikan yaitu
intuisi yang merupakan pemahaman langsung terhadap sumber pengetahuan
yang tidak melalui pikiran inderawi secara langsung.
‘Irfany
merupakan
bagian dari bangunan episteologi Islam, yang sering diidentikkan
dengan hudhury,
isyraqy
atau
pengetahuan intuitif. Ibnu Arabi mengklasifikasikan ilmu pengetahuan
menjadi tiga: pertama
ilmu pengetahuan melalui akal, kedua
ilmu
pengetahuan melalui ahawal/state
(intuitif)
dan ketiga
ilmu pengetahuan melalui asrar
(misteri
ketuhanan). Pengetahuan yang ketiga ini pengetahuan yang berada di
luar akal yang dilimpahkan oleh Tuhan ke dalam hati. Pengetahuan
jenis ini khusus diberikan kepada para nabi dan wali, dan pengetahuan
ini yang menjadi kajian irfany.
Sebagaimana
temuan Al-Jabiri, ketiga pola pikir tersebut selalu mewarnai
perjalanan sejarah masyarakat Islam. Dengan menggunakan kerangka
ketiga pola pikir tersebut, karya ini mencoba memotret problematika
pendidikan Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar